Assalamualaikum Sahabat Smart Mom,
Aku mau cerita pengalamanku masak saat masih pengantin baru. Jadi ceritanya aku lagi ikut #KEBCollabwriting. Apa itu ya? KEBCollabWriting adalah kolaborasi menulis antar sesama member Kelompok Emak-Emak Blogger (KEB). Nah, Trigger post pertama di kelompokku adalah tulisan Mbk Hana M Zwan yang berjudul“Kemangi, Olahan Sedap yang Menggugah Selera.”
Alhamdulillah sudah 13 tahun :) |
Tahun 2005 aku menikah dengan lelaki asal Lampung. Tiga hari usai pernikahan aku langsung diboyong ke Lampung Timur tempat tinggal suami. Awalnya kami menempati kamar di depan rumah keluarga. Saat itu kakak ipar yang menepatinya. Seminggu masih dilayani istimewa, maklum pengantin baru. Rumah kakak ipar juga ada ART-nya, jadi yang masak ada orang tersendiri.
Aku sendiri sebelum menikah baru bisa masak dengan resep andalan santan kuning. Kalau orang Bengkulu, resep kuning bisa dapat menu beraneka ragam. Bisa membuat santan kacang panjang, terong dan ikan teri atau ditambah tebu telor. Resep lainnya bumbu kuning dengan buncis, kentang dan wortel, wih lezatnya!
Seminggu awal pengantin baru. Aku masih kikuk banget mau masak apa ya? Kakak ipar sudah menyiapkan menu yang akan dimasaknya. Aku ya ikut saja selera orang rumah ya. Bantu membersihkan sayuran, menggiling cabe, mengupas bawang dan lainnya.
Ada hal yang membuat aku shock saat masak diawal pengantin baru. Pertama, saat aku disuruh masak nasi. Di rumah keluarga ternyata biasa masak nasinya di panci dulu lalu di kukus tidak langsung di magic com. Aku dengan pedenya mencuci beras dan menanak nasi. Aku lupa aku tinggal dengan berbagai macam orang. Ternyata suami dan keluarga lebih menyukai makan nasi yang tidak lembek. Alias airnya tidak banyak saat menanak nasi. Saat melihat nasiku aku nangis di dapur. Nasinya kelembekkan! Huhuhu.... aku diam saja...lama bingung mau aku apakan nasi yang sudah seperti bubur itu, terlalu lembek!
Kedua, diawal nikah aku masih takut sekali membersihkan ikan. Padahal, jelas sekali suami cerita kalau ia berbisnis ikan. Aku nangis lagi saat Mamak meminta aku membersihkan ikan. Aku diam, bingung mau aku apakan itu ikan? Antara takut, geli, dan gemetaran. Akhirnya suamiku yang membersihkan ikan, aku hanya menambahkan bumbunya untuk dimasak, istri manja ya? Hehe...
Perjalanan waktu, aku dituntut untuk bisa memasak. Siapa yang menuntut? Suamikah? Mertuakah? Tidak, keadaanlah menuntut aku bisa masak. Ya, seleraku yang menuntut! Banyak masakan yang berbeda jauh dengan kebiasaanku di Bengkulu. Hal ini membuat aku kangen masakan Ibuku atau kakakku, Inga. Jadilah aku belajar masak demi mengobati kangen masakan Bengkulu dan juga untuk suami.
Ya, suamiku enggak langsung meminta aku bisa masak. Tapi, sikapnya sering nelp Kakak Ipar nanyain resep A, B atau C bikin aku keki! Huhu... aku jadi pengen belajar masak. Zaman itu belum secanggih sekarang. Sekarang bisa klik nanya ke Mbah Google resep rendang, opor atau bikin ketupat bisa sekaligus lihat videonya. Zaman 2005-an dulu masih pakai kliping majalah hahaha...
Namun, tidak ada kata terlambat buat belajar memasak. Aku terus belajar masak opor ayam sesuai selera lidahku. Walau gagal entah keberapa kalinya, alhamdulillahnya suamiku selalu lahap makannya hingga suatu hari di Bulan Ramadhan, suami menjemput kakak ipar pulang dari kantor dan akhirnya berbuka puasa di rumah. Kebetulan aku masak opor ayam malam itu.
“Wah, sudah pintar masak sekarang ya. Opor ayamnya enak!” ujar kakak iparku. Suamiku terlihat bangga sekali tersenyum padaku. Uhuy hatikuu berbunga-bunga. Walau masak opor sampai sekarang aku belum hapal resepnya di luar kepala, masih belum percaya diri kalau belum buka resep sakti hihi...
Dari pengalamanku di atas ternyata belajar masak itu mengasyikkan. Walau nikah belum jago masak, belajar saat sudah bersuami bisa banget loh! Asal suami mau menerima dan mencicipi resep yang gagal ya, hihi...
Nah, itulah pengalamanku saat masak di awal pengantin baru. Ada yang punya pengalaman yang sama? Share dong!